Klorinasi yang dilakukan pada
air bersih atau air yang telah terkotori, tujuan utamanya adalah untuk
menghancurkan atau mendeaktivasi penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme.
Keuntungan lain, dari perlakuan terhadap air minum terutama peningkatan
kualitas secara keseluruhan yang dihasilkan dari reaksi antara klorin dengan
ammonia, besi, mangan, sulfida dan substansi-substansi organik lain.
Klorinasi dapat saja
menimbulkan efek lain. Rasa dan bau yang khas dari fenol dan senyawa organik
lain yang ada dalam air bisa bertambah. Senyawa kloro-organik karsinogen seperti kloroform
bisa terbentuk. Guna memenuhi tujuan utama dari klorinasi dan mengurangi efek
samping, maka dibutuhkan suatu metode uji yang
tepat untuk dipakai dengan mengetahui keterbatasannya.
Klorin ditambahkan ke dalam
air dalam bentuk molekulnya atau bentuk hipoklorit mula-mula mengalami
hidrolisa membentuk klorin bebas yang terdiri dari cairan molekul klorin, asam
hipoklor dan ion hipoklorit. Proporsi dari ketiga bentuk klorin bebas ini
tergantung pada pH dan temperatur. Pada pH normal air, asam hipoklor dan ion
hipoklorit dominan.
Klorin bebas
bereaksi cepat dengan ammonia dan senyawa nitrogenous tertentu membentuk klorin
terkombinasi (combined chlorine). Dengan ammonia, klorin bereaksi membentuk
kloramin dan nitrogen triklorida. Keberadaan dan konsentrasi dari bentuk kombinasi ini tergantung pada pH, temperatur, rasio
klorin-nitrogen mula-mula, kebutuhan klorin absolute dan lama reaksi.
Metode uji
yang akan diuraikan di bawah ini menjelaskan cara penentuan sisa klor dalam
air, di mana klorin akan membebaskan I2 dari Kalium iodide (KI) pada
pH ≤ 8. Iodin
yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
dengan menggunakan kanji sebagai indicator. Titrasi pada pH 3 – 4 karena reaksi
tidak stoikiometris pada pH netral karena oksidasi parsial tiosulfat menjadi
sulfat.
Cl2 + 2 KI pH
≤ 8 à I2
+ 2KCl
I2 + Na2S2O3
+ kanji
pH 3-4à Na2S4O6 + 2NaI
Biru tak berwarna
Peralatan
·
Timbangan analitik, ketelitian 0,1 mg
·
Labu Erlenmeyer 250 ml
·
Labu ukur 100 ml
·
Kaca arloji
·
Pipet ukur 10 ml
·
Pipet volumetric 25 ml, 10 ml
·
Gelas ukur 100 ml
·
Corong
Bahan Kimia
1. Larutan
indikator
kanji (starch)
Larutkan 2,5 gram kanji dengan sedikit air dingin, giling
pada mortar. Tuangkan ke dalam 500 ml air suling mendidih, aduk, dan biarkan
semalaman. Ambil filtrat, awetkan dengan 0,63 gram asam salisilat atau 2 gram
Seng klorida.
2. Kristal
KI (p.a)
3. Larutan
standar Na2S2O3 0,025 N
a. Larutkan
2,4828 gram Na2S2O3 . 5H2O dengan
aquadest panas dalam labu ukur 100 ml, dan dinginkan.
b. Tambahkan
0,1 gram NaOH
c. Encerkan
dengan aquadest sampai volume 100 ml
d. Ambil 25
ml larutan dan encerkan dengan aquadest menjadi 100 ml dalam labu ukur.
4. Larutan
K2Cr2O7 0,025 N
Larutkan 1,226 gram K2Cr2O7 ke dalam
aquadest dan encerkan sampai 1000 ml
5. Asam
asetat glacial
6. HCl 1:3
Cara Kerja
A. Standarisasi
Na2S2O3 0,025 N
Ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi 100 ml aquadest tambahkan 25 ml K2Cr2O7
0,025 N, lalu 1 gram KI, 10 ml HCl 1:3. Biarkan selama 20 menit di tempat
gelap.
Titrasi segera dengan larutan Na2S2O3 0,025
N sampai warna kuning hamper hilang, lalu tambahkan indicator kanji. Lanjutkan
titrasi hingga warna biru hilang.
N (tiosulfat) = V (K2Cr2O7) x N (K2Cr2O7)
V
(tiosulfat)
B. Penetapan
Kadar Klorin
1. Pipet 10
ml Sampel ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml
2. Tambahkan
100 ml aquadest dan 1 gram KI, lalu tambahkan 1 ml asam asetat glasial. Simpan di
tempat gelap selama 10 menit.
3. Titrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,025 N sampai warna
kuning iodine hilang, lalu tambahkan indicator kanji. Lanjutkan hingga warna
biru hilang.
4. Lakukan
juga titrasi terhadap blanko.
Kadar klorin (mg/l) = (A
– B ) x N x 35450
V
Dimana :
A = volume titrant yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (ml)
B = volume titrant yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (ml)
N = Normalitas larutan Na2S2O3
V = Volume sampel (ml)
0 komentar:
Posting Komentar